Memahami Glow Economy: Peluang Emas Ekonomi Baru Indonesia

image

Jakarta (30/4) – Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap gaya hidup masyarakat Indonesia mengalami transformasi signifikan. Pandemi menjadi titik balik yang menggeser prioritas publik dari konsumsi yang bersifat simbolik menuju konsumsi yang lebih bermakna: menjaga kesehatan, meningkatkan kualitas hidup, dan tampil lebih percaya diri. Kesadaran terhadap pentingnya self-care, baik secara fisik maupun mental, melonjak pesat, terutama  di kalangan generasi muda. Mereka tidak hanya ingin hidup lebih lama, tetapi juga lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih “bercahaya”.

Transformasi ini melahirkan sebuah sektor ekonomi baru yang disebut sebagai Glow Economy, sebuah ekosistem yang mencerminkan bagaimana kebutuhan akan kesehatan holistik dan penampilan optimal berkontribusi langsung pada pertumbuhan ekonomi.

Glow Economy adalah istilah yang merujuk pada pertumbuhan sektor ekonomi berbasis industri kecantikan, perawatan tubuh, kebugaran, kesehatan holistik, dan gaya hidup sehat. “Glow” di sini tidak hanya mencerminkan penampilan fisik yang segar dan bercahaya, tetapi juga kondisi mental dan emosional yang seimbang. Ekosistem ini meliputi berbagai lini industri seperti skincare, kosmetik, klinik estetika, wellness center, gym, yoga studio, healthy food & beverage, hingga layanan kesehatan mental seperti retreat dan meditasi. Intinya, Glow Economy mencakup semua industri yang membantu masyarakat merasa lebih baik dan terlihat lebih baik.

Di Indonesia, Glow Economy menjadi semakin relevan karena didukung oleh fondasi demografis yang kuat. Negara ini tengah menikmati bonus demografi, dengan mayoritas penduduk berada pada rentang usia produktif (15–40 tahun). Generasi muda ini sangat sadar akan penampilan, aktif di media sosial, dan menempatkan kesehatan fisik serta mental sebagai prioritas utama dalam gaya hidup mereka. Urbanisasi yang cepat dan peningkatan taraf hidup memperkuat tren ini, menjadikan Glow Economy bukan sekadar respons terhadap kebutuhan, tetapi juga jawaban atas aspirasi generasi baru Indonesia.

Potensi ekonominya pun sangat menjanjikan. Saat ini, konsumsi produk skincare dan personal care di Indonesia baru berkisar 2–3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju. Namun, kesadaran akan self-care dan wellness terus meningkat pesat, bahkan di kota-kota tier 2 dan 3. Ini menunjukkan bahwa pasar masih sangat luas dan belum jenuh, ibarat ladang emas yang baru mulai digarap.

Lebih dari itu, Glow Economy membuka peluang besar bagi brand lokal untuk naik kelas. Konsumen Indonesia kini semakin terbuka terhadap produk dalam negeri, tidak lagi hanya terpaku pada merek luar. Fenomena ini tercermin dari keberhasilan brand seperti Raine Beauty, Brighty, SMITH, ESQA, BHUMI, SASC yang mampu bersaing secara nasional dan bahkan menembus pasar regional. Glow Economy menciptakan ruang baru bagi inovasi lokal, dari produk natural hingga beauty-tech berbasis AI, sekaligus memperkuat ekosistem industri kecantikan nasional yang mandiri dan berkelanjutan.

Kondisi ini yang kemudian mendasari lahirnya buku Glow Economy: The Rise of Beautypreuner, The Birth of Ecosystem Brand. Buku ini ditulis oleh lima tokoh lintas bidang yakni: Kilala Tilaar, Bryan Tilaar, Bernard T. Widjaja, Yuswohady, dan Bagus Zidni Ilman Nafi, yang menggabungkan perspektif praktisi bisnis, akademisi, dan pakar strategi dalam melihat transformasi besar industri kecantikan di era modern.

Glow Economy mengangkat bagaimana bisnis kosmetik, yang selama ini dikenal hanya dari sisi estetika, kini menunjukkan dampak ekonomi yang luar biasa. Mulai dari penciptaan lapangan kerja, pengembangan UMKM, penguatan industri kreatif, hingga kontribusi terhadap ekspor nasional, semua dikupas melalui narasi yang kaya data, wawasan, dan studi kasus aktual.

Lebih dari sekadar tren, Glow Economy menunjukkan bahwa industri kecantikan menjadi sektor yang adaptif, resilien, dan inovatif di tengah dinamika global. Buku ini juga menyoroti pergeseran perilaku konsumen, kekuatan komunitas digital, peran perempuan dalam perekonomian, serta peluang strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan regional.

Salah satu hal yang menarik yang diangkat dalam buku ini adalah transformasi PT Cedefindo, salah satu unit bisnis Martha Tilaar Group, yang mengembangkan model bisnisnya dari consumer brand menjadi ecosystem brand. Melalui pendekatan ini, PT Cedefindo bukan hanya memproduksi kosmetik untuk konsumen, tetapi juga membangun ekosistem yang mendukung tumbuh kembangnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di industri kosmetik. Model ini terbukti efektif dalam mempercepat lahirnya brand-brand lokal baru yang kompetitif, inovatif, dan mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional.

Selain menawarkan analisis mendalam, Glow Economy juga memperkaya isinya dengan studi kasus inspiratif dari para pendiri brand kosmetik lokal yang tengah bersinar di Indonesia, seperti: Raisa dan Ruskha dari Raine Beauty, M. Hadiyatullah dan M. Raafi dari Brighty, Kezia Trihatmanto dan Cindy Angelina dari ESQA, Emyranza founder SMITH, Priscilia Pangemanan dari SASC, serta Rizkia dan Ahmad Rashed dari BHUMI. 

Melalui kisah nyata perjalanan mereka membangun merek di tengah kompetisi global, buku ini menjadi sumber wawasan praktis sekaligus inspirasi nyata bagi generasi baru pelaku industri kecantikan Indonesia. Kehadiran buku ini menjadi penting dibaca saat ini, saat industri kosmetik Indonesia berada di momentum emas untuk bertumbuh sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia.

“Melalui buku ini, kami ingin menunjukkan bahwa industri kosmetik bukan sekadar soal kecantikan, tetapi kekuatan ekonomi yang nyata. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kekuatan Glow Economy di kawasan,” ujar Dr. Kilala Tilaar.

Glow Economy ditujukan bagi pelaku industri, akademisi, pembuat kebijakan, serta masyarakat umum yang ingin memahami transformasi industri kecantikan sebagai bagian integral dari pertumbuhan ekonomi masa depan.

IMG